Memandang Kehidupan

Memandang relung-relung kehidupan
Aku tak tahu pasti
Apakah mungkin menjadi
Seorang tua yang tenang baca koran
Di tengah ribut dunia kebakaran

Kusaksikan diriku dan kawan-kawan
Sambil makan kacang dan asinan
Memperbincangkan nasib negara
Sengit berdebat
Penuh semangat memberi perintah
Menentukan haluan dunia.

Tidakkah lebih baik kita tenggelamkan
Segala rumus dan perhitungan di warung kopi
Selagi matahari belum tinggi?
Atau kupilih saja ketenangan kursi goyang
Saban pagi semangkuk susu dan setangkup roti?

Masih pula merasa kuatir
Akan kepastian hari esok: Bukan tak mungkin
Tuhan tiba-tiba bertitah: Berhenti!
Maka planit-planit bertubrukan bintang-bintang padam.
Lalu apa yang masih dapat dicapai?

          Sedangkan bumi tak lagi pasti.

Yang tinggal hanya angan-angan yang panjang.
                                                 Dan kelam. Sedang
Angan-angan pun
Membutuhkan suatu landasan.

Kuteliti tanganku: urat-uratnya, tulang-tulangnya …
Bisa saja lenyap tiba-tiba. Tak satupun kupunya
                                               Selain doa.

(Ular dan Kabut, 1973)