Tenangan Tiada
Entah apa yang mendorong aku kehidupan baru,
meninggalkan menistakan kehidupan lama.
Setiap kali aku terbujuk gemerlap restu,
sekejap lagi aku tersuram gelap derita.
Sebuah Rumah Puisi Yang Lain
Entah apa yang mendorong aku kehidupan baru,
meninggalkan menistakan kehidupan lama.
Setiap kali aku terbujuk gemerlap restu,
sekejap lagi aku tersuram gelap derita.
Di tepi pantai laut kami bersua,
dan kami memandang ke dalam mata masing-masing,
yang penuh sengsara, penuh duka,
karena negeri digenggam bangsa asing.
Kepada Ki Hajar Dewantara
Dalam kebun di tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai
Tersembunyi kembang indah permai
Tidak terlihat orang yang lalu.
Alun membawa bidukku perlahan
dalam kesunyian malam waktu
tidak berpawang, tidak berkawan,
entah ke mana aku tak tahu.
Bersatu kita teguh
Bercerai kita runtuh
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Pacar!
Coklat matamu subur,
Coklat darah tanah Cianjur.
Tapi pacar!
Yang meneteskan air hujan
di bawah alismu hitam,
hanya kedua molek tanganmu
dan aku dengan mesra dibalur madu.
Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi
bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya
di pucuk-pucuk para
mengepit kuat-kuat lutut penunggang perampok
yang diburu surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang.
Tuhanku,
Wajah-Mu membayang di kota terbakar
dan firman-Mu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebarkan di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Di Uzbekistan, ada padang terbuka dan berdebu aneh, aku jadi ingat pada Umbu Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka Di mana matahari membusur api di atas sana Rinduku pada Sumba adalah rindu peternak perjaka Bilamana peluh dan tenaga tanpa dihitung harga Tanah rumput, topi rumput dan jerami bekas rumput Kleneng genta, ringkik kuda dan …
Kutulis surat ini kala hujan gerimis bagai bunyi tambur mainan anak-anak peri dunia yang gaib. Dan angin mendesah mengeluh dan mendesah. Wahai, dik Narti, aku cinta kepadamu! Kutulis surat ini kala langit menangis dan dua ekor belibis bercintaan dalam kolam bagai dua anak nakal jenaka dan manis mengibaskan ekor serta menggetarkan bulu-bulunya. Wahai, dik Narti, …